Kisah Ibu-Ibu di Yogyakarta yang Bikin 3.000 Porsi Menu Buka Puasa di Masjid Jogokariyan

Mon, 10 Jun 2019 10:00
1241
Kisah Ibu-Ibu di Yogyakarta yang Bikin 3.000 Porsi Menu Buka Puasa di Masjid Jogokariyan

BUKA bersama selalu jadi momen yang paling dinanti umat islam, seperti di masjid Yogyakarta yang punya tradisi unik. Sejak 1973, Masjid Jogokariyan Yogyakarta selalu memberikan makanan berbuka puasa kepada para jemaah yang datang.

Setidaknya 3.000 porsi disediakan setiap hari di masjid yang beralamatkan di Jalan Jogokariyan No 36 Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Ada kisah di balik bagaimana setiap hari ribuan porsi makanan berbuka puasa ada di masjid ini.

Bu Yati (38), Bu Poniman (46), Bu Siti Kasih (60), dan Bu Istaria Eko (46), adalah ibu-ibu yang berjasa dibalik terhidangnya makanan berbuka di Masjid Jogokariyan. Mereka bukan hanya satu dua tahun menyiapkan menu berbuka di masjid tersebut.

"Yang paling lama ibu Siti, 20 tahunan. Awalnya dulu 2 orang. Kampung Ramadan Jogokariyan sudah 15 tahun, saya ikut baru 14 tahun. Setahun sebelumnya saya jualan. Ada yang udah sepuh saya disuruh ganti disini," kata bu Bu Yati (38)

Menurut salah satu relawan Kampung Ramadhan di Masjid Jogokariyan, jumlah piring yang disediakan pada tahun sebelumnya yakni hanya 2.200-2.300 piring dengan 500 piring cadangan, namun pada tahun ini mengalami penambahan yakni 2.500 piring makanan dengan 500 piring cadangan.

"Tiap hari kadang pasang surutnya berbeda, Alhamdulillah untuk sepuluh hari kemarin sampai sekarang masih cukup tinggi untuk hari ini. Biasanya ramai. Target awal puasa tahun ini 2.500, kita beri cadangan 500 piring, tahun kemarin cuma 2.200-2.300 cadangan 500 piring," Banu (29). Relawan Kampung Ramadhan Jogokariyan.



Pukul 10.00 setiap harinya, adalah waktu dimulainya keempat ibu-ibu itu melakukan aktivitas. Sebenarnya, tugas Bu Yati dan kawan-kawan sederhana, sekadar memasak nasi. Untuk lauknya sendiri digilir bergantian oleh pihak panitia kepada kelompok ibu-ibu masyarakat Jogokariyan.

Ibu-ibu ini tidak menganggap remeh tugas memasak nasi, justru pekerjaan inilah yang paling berat. Jika lauk bisa dibagi perkelompok, maka pekerjaan memasak nasi hanya menjadi milik keempat ibu-ibu ini.

Di dapur, mereka seperti sudah sangat tersistematis berbagi peran. Ada yang menanak nasi, ada yang memasak, ada yang mengaduk. Ruangan berukuran sekitar 3x4 meter itu seolah disulap seperti restoran mini yang profesional. "Ndak bisa shift, kita kerja bareng-bareng. Selesai satu harus selesai semua," jelas Bu Yati (38).

“Beginlah pekerjaan kami. Dari jam 10 sampai ashar menunggu nasi matang. Terus begitu sampai memenuhi porsi berbuka. Biasanya sampai sembilan kali masak baru cukup. 5 dendeng nasi, 145kg beras yang dimasak,” kata Bu Yati sembari memindahkan nasi yang sudah matang ke dalam panci.

Mereka tidak pernah mengenal istilah tidur siang. Waktu istirahat biasanya digunakan untuk duduk atau sekedar menikmati kipas yang memecah suhu ruangan yang panas, sembari memantau nasi yang sedang dimasak. Biasanya juga menerima sekumpulan orang yang penasaran dengan proses pembuatan menu berbuka di Masjid Jogokaryan, Yogyakarta.

“Banyak yang datang. Katanya penasaran sama cara buatnya. Awalnya mereka datang karena tertarik dengan Masjid Jogokariyan yang kasnya sampai nol ruiah, dan itu memang benar mas. Semua yang bekerja di sini digaji, dari masak nasi, lap-lap piring, cuci piring, menyusun lauk, memasak lauk, semuanya digaji satu bulan," jelas Bu Poniman yang ditemui saat mencuci alat-alat masak yang masih ditempeli sisa-sisa nasi.

Menjelang ashar biasanya pekejaan memasak nasi telah usai. Pernah beberapakali juga setelah ashar. Jika sudah begitu, nanti akan ada yang datang mengambil berkilo-kilo nasi yang telah dimasak oleh Bu Siti Kasih (60) dan kawan-kawan.

Tidak semua yang bekerja di sini merupakan masyarakat asli, namun ada pula musafir yang membantu. “Ada dua orang laki-laki yang ngangkat nasi, yang satu musafir, dari Tasikmalaya," jelas bu Poniman..

Pekerjaan selanjutnya yang ada di depan mereka adalah membersihkan perabotan yang digunakan untuk memasak nasi dan merapikan serta membersihkan dapur. Lalu, setelah itu membersihkan diri di kamar mandi masjid. "Mandinya disini, bawa baju ganti. Sebelum tarawih sudah pulang. Kalo mau tarawih ya balik lagi sini," kata Bu Yati.

Ketika dalam masa senggangnya seperti itu, biasanya keluarga datang berkunjung. Kadang anak, kadang juga cucu yang mendesak nenek mereka untuk lebih sering di rumah. Memang masing-masing dari mereka sudah membawa perlengkapan mandi plus baju ganti, tapi tetap seja kerinduan dari keluarga dapat menembus apa saja.

Sehabis bersih-bersih, keempat ibu-ibut tadi pasti sigap berganti tempat ke halaman masjid. Di sana sudah menunggu para ibu lainnya yang telah siap dengan lauk berbuka. Ribuan piring tersusun rapi bertingkat-tingkat di halaman masjid.

Kisaran pukul 16.00, tangan ibu-ibu Jogokariyan dengan cepat menuangkan nasi, lauk, piring, ke dalam satu urutan waktu yang teratur. Sama halnya dengan Bu Eko dan kawan-kawan yang begitu rapi berbagi tugas, yang terjadi saat proses peracikan menu berbuka juga demikian. Mulai dari proses nasi pindah ke piring, hingga piring yang siap santap ke meja hidangan seperti sebuah alur cerita yang tersusun dengan rapi.

Di sepanjang jalan menuju Masjid Jogokariyan diadakan festival makanan berbuka yakni Kampung Ramadhan Jogokariyan yang telah berlangsung selama 15 tahun. Seorang Pedagang menyatakan pendapatannya tidak terganggu dengan adanya makanan gratis dari masjid.

“Alhamdulilah ramai terus jualannya walaupun ada takjil dari masjid,” kata Bu Fani, salah seorang penjual kepada KRjogja.com..

Tua, muda, laki-laki, perempuan, berbondong-bondong mempersiapkan menu berbuka. Jam 5, ceramah dari ustad yang terjadwal mengiringi langkah kaki mereka yang sibuk mondar-mandir mengantarkan piring-piring berisi santap buka ke meja hidangan.

Jemaah tumpah ruah mengisi masjid hingga pekarangan Masjid Jogokariyan. Jalanan sekitar masjid digelar tikar untuk menampung para jamaah yang terus berdatangan. Sistem pembagian santap berbuka dilakukan masing-masing. Panitia menyediakan dan jemaah mengambil.



Kisah Ibu-Ibu di Yogyakarta yang Bikin 3.000 Porsi Menu Buka Puasa di Masjid Jogokariyan

Kisah Ibu-Ibu di Yogyakarta yang Bikin 3.000 Porsi Menu Buka Puasa di Masjid Jogokariyan

Kisah Ibu-Ibu di Yogyakarta yang Bikin 3.000 Porsi Menu Buka Puasa di Masjid Jogokariyan

Kisah Ibu-Ibu di Yogyakarta yang Bikin 3.000 Porsi Menu Buka Puasa di Masjid Jogokariyan

Kisah Ibu-Ibu di Yogyakarta yang Bikin 3.000 Porsi Menu Buka Puasa di Masjid Jogokariyan

Bukber bareng di Yogyakarta foto Iman FR
Bukber bareng di Yogyakarta foto Iman FR

Last Update

Latest Review

Review of Wilda Watch

Posted by iin p.
on 15 Feb 2021
langganan saya dari dulu
sebagai pemilik akun love indonesia, saya mau mereview toko ini. wah toko ini sih legenda ...